Kata anestesi berasal dari bahasa yunani yang berarti keadaan tanpa rasa sakit. Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemeberian anestesi ataupun analgesi, pengawasan keselamatan pasien dioperasi atau tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien gawat, pemeberian terapi inhalasi, dan penanggulangannya nyeri menahun. Anestesi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu Anestesi Lokal dan Anestesi Umum. Pada anestesi lokal hilagnya rasa sakit tanpa disertai hilangnya kesadaran, sedangkan pada anestesi umum hilangnya rasa sakit disertai hilang kesadaran.
1. ANESTESI UMUM
Anestesi Umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel). Komponen trias anestesi ideal terdiri dari hipnotik, analgesi dan relaksasi otot.
Taraf-Taraf Anestesi
1. Taraf analgesia, yaitu keadaran dan rasa nyeri berkurang
2. Taraf eksitasi, yaitu kesadaran hilang seluruhnya dan terjadi kegelisahan
3. Taraf anestesia, yaitu reflex mata hilang, mata hilang, nafas otomatis dan teratur seperti tidur serta otot-otot melemas (relakasi)
4. Taraf pelumpuhan sum-sum tulang, kerja jantung dan pernafasan terhenti
Tujuan narkosa adalah untuk mencapai taraf anestesia dengan sedikit mungkin kerja ikutan atau efek samping, oleh karena taraf pertama sampai ketiga adalah yang paling penting sedangkan taraf ke empat harus dihindari. Pada proses recovery (sadar kembali) terjadi dengan urutan taraf terbalik dari taraf ketiga sampai ke satu.
Persyaratan Anestesia Umum
Beberapa syarat penting yang harus dipenuhi oleh suatu anestesia umum adalah :
1. Berbau enak dan tidak merangsang selaput lendir.
2. Mula kerja cepat tanpa efek samping.
3. Sadar kembalinya tanpa kejang.
4. Berkhasiat analgetik baik dengan melemaskan otot –otot seluruhnya.
5. Tidak menambah pendarahan kapiler selama waktu pembedahan.
Cara pemberian anestesi umum: 1. Parenteral (intramuskular/intravena)
Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anestesi. Umumnya diberikan tiopental, namun pada kasus tertentu dapat digunakan ketamin,dizepam dll. Untuk tindakan yang lama anestesi parenteral dikombinasikan dengan cara lain.
2. Perektal
Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan singkat.
3. Anestesi Inhalasi
Anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah menguap sebagai zat anestesi melalui udara pernapasan.
Efek Samping
Hampir semua anestesia mengakibatkan sejumlah efek samping, yang terpenting diantaranya.
1. Menekan pernafasan, paling kecil pada N2O, eter dan trikloretikan.
2. Mengurangi kontraksi jantung, selama halotan dan metoksifluran yang paling ringan pada eter.
3. Merusak hati, oleh karena tidak digunakan lagi seperti senyawa klor (kloroform).
4. Merusak ginjal, khususnya metoksifluran.
Penggolongan
Menurut penggunaanya anestesia umum dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1. Anestesia injeksi, contohnya diazepam, barbital ultra short acting (thiopental dan heksobarbital), dll.
2. Anestesia inhalasi, diberikan sebagai uap melalui saluran pernafasan, contohnya eter, dll.
Spesialite obat – obat anestesia umum
No | Generik | Dagang | Pabrik |
1 | Diaethyl Aether | Aether Anaestheticus | Kimia Farma |
2 | Ketamin Hidroklrorida | Ketalar | Pfizer |
3 | Tiopental Natrium | Pentothal Sodium | Abbot |
4 | Enflurane | Etharane | Abbot |
5 | Halothanum | Halothane MD | Dexa Medica |
Metoda pemberian obat
1. Oral
Cara paling mudah,tidak nyeri dan dapat diandalkan.Kadang-kadang kita harus memberikan obat peri-anestesia,misalnya obat anti hipertensi,obat penurun gula darah dan sebagainya.Sebagian besar obat diabsorbsi oleh usus halus bagian atas.Beberapa obat dihancurkan oleh asam lambung .Pengososngan lambung yang terlambat akam menyebabkan terkumpulnya obat di lambung.Sebelum obat masuk sirkulasi sistemik,obat harus melewati sirkulasi portal dan apabila obat dimetabolisme oleh efek hepar efeknya akan berkurang dan ini dikenal sebagai efek sirkulasi portal.Dengan sendirinya dosis oral harus lebih besar dari dosis intramuskular,contohnya petidin,dopamin,isoprenalin dan propanolol.
2. Lidah dan Mukosa pipi
Absorbsi obat lewat lidah dan mukosa pipi akan menghindari efek sirkulasi portal.Obat jenis ini biasanya larut dalam lemak,fentanil lolipop untuk anak,buprenorfi
3. Intramuskular
Metoda ini sangat populerdalam praktek anestesi,karena teknis mudah,relatif aman karena kadar plasma tidak mendadak tinggi.Keburukanya ialah absorbsi kadan-kadang diluar perkiraan,menimbulkan nyeri dibenci anak-anak dan beberapa obat bersifat iritan
4. Subkutan
Metoda ini jarang digunakan dalam praktek anestesia
5. Intravena
- Bolus : Kekurangan cara ini ialah lajak takar(overdosis) sering terjadi terutama pada obat-obatan dengan indeks terapetik sempit.Setelah pemberian intravena dosis tidak dapat dikurangi.Rekomendasi penghasil obat dalam hal ini sering mengejutkan,bahwa obatnya harus diberikan secara intravena dalam waktu 1-2 menit
- Infus : Dengan infus obat dapat diberika secara perlahan dengan laju tetap,misalnya pelumpuh otot,analgetika
- AKP (Analgesia Kendali Pasien) : Cara ini biasanya untuk mengendalikan nyeri pasca bedah dengan opioid dosis kecil.
6. Rektal
Cara ini sering diberikan pada anak yang sulit secara oral dan takut disuntik
7. Transdermal
Misalnya krem EMLA (eutetic mixture of local anesthetic),campuran lidokain-prokain masing-masing 2,5%.Krem ini dioleskan ke kulit intak dan setelah 1-2jam baru dilakukan tusukan jarum atau tindakan lain.
8. Inhalasi
Obat berupa gas atau uap cairan ,misalnya N2O,O2,bronkodilator,steroid.Pada keadaan darurat atropin dan adrenalin dapat disemprotkan ke bronkus.
9. Epidural
Obat dimasukkan ke ruang epidural (ekstradural,peridural),yaitu ruang antara duramater dan ligamentum flavum.Cara ini banyak dilakukan pada anestesia regionaL
10. Spinal
Obat dimasukkan ke ruang subaraknoid(intratekal)
Interaksi Obat
Dikenal tiga jenis obat
1. Farmasitikal
Dua atau lebih obat sering tercampur dalam satu semprit atau kantong infus ,sehingga bereaksi secara kimia dengan meghasilkan efek samping,contoh tiopental-suksinil cenderung menjadi inaktif .Contoh lain triklor-etilen dengan soda lime menghasilkan zat baru yang toksik.
2. Farmakokinetik
Absorbsi obat peroral dapt dipengaruhi oleh obat lainyang diberikan bersama
3. Farmakodinamik
Interaksi ini merupakan interaksi yang sering dijumpai dalam praktek anestesi,misalnya zat anastetik abar (volatil) dengan opioid menyebabkan peningkatan depresi napas ,sedangkan pelumpuh otot non depolarisasi dan prostigmin mengembalikan relaksasi otot.
2. ANESTESI LOKAL
anestesi lokal adalah tindakan menghilangkan nyeri/ sakit secara lokal tanpa disertai hilangnya kesadaran.
Obat anestesia lokal yang pertama di kenal adalah kokainyang diperoleh dari Erythroxylon coca yang dapat memberikan rasa nyaman dan mempertinggi daya tahan tubuh.
Penggunaan
Anestesia lokal umumnya digunaka secara parental misalnya pembedahan kecil dimana pemakaian anestesia umum tidak dibutuhkan. Anestesia lokal dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Anestesia permukaan, digunakan secara lokal untuk melawan rasa nyeri dan gatal, misalnya larutan atau tablet hisap untuk menghilangkan rasa nyeri di mulut atau leher, tetes mata untuk mengukur tekanan okuler mata atau mengeluarkan benda asing di mata, salep untuk menghilangkan rasa nyeri akibat luka bakar dan suppositoria untuk penderita ambeien/wasir.
2. Anestesia filtrasi, yaitu suntikan yang diberkan ditempat yang dibius ujung-ujung sarafnya, misalnya pada daerah kulit dan gusi (pencabutan gigi).
3. Anestesia blok atau penyaluran saraf, yaitu dengan penyunikan disuatu tempat dimana banyak saraf terkumpul sehingga mencapai daerah anestesi yang luas, misalnya pada pergelangan tangan atau kaki.
Persyaratan Anestesia Lokal
Anestesia lokal dikatakan ideal apabila memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut :
ü Tidak merangsang jaringan .
ü Tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan saraf sentral.
ü Toksisitas sistemisnya rendah.
ü Efektif pada penyuntikan dan penggunaan lokal.
ü Mula kerja dan daya kerjanya singkat untuk jangka waktu cukup lama.
ü Larut dalam air dengan menghasilkan larutan yang stabil dan tahan pemanasan (proses sentralisasi).
Efek Samping
Efek samping pengguna anestesia lokal terjadi akibat khasiat dari kardio depresifnya (menekan fungsi jantung), mengakibatkan hipersensitasi berupa dermatitis alergi.
Penggolongan
Secara kimiawi anestesia lokal dibagi 3 kelompok, yaitu :
Ø Senyawa ester, contohnya prokain, benzokain, buvakain, tetrakain, dan oksibubrokain.
Ø Senyawa amida, contohnya lidokain, prilokain, mevipikain, buplivikain, cicnhokain dll.
Ø Serba-serbi, contohnya jokain dan benzilalkohol
Spesialit obat – obat anesteia lokal
No | Generik | Dagang | Pabrik |
1 | Lidokain Hidroklorida (Lidocaini Hydrochloridum) | Pehacain Extracain xylocain | Phapros Ethica Zenecca |
2 | Bupivacain Hidroklorida | Bupivakain Marcain | Ethica Astra Zaneka
|
Pemberian anestesi lokal dapat dengan teknik: 1. Anestesi permukaan, yaitu mengoleskan atau penyemprotan analgetik lokal diatas selaput mukosa seperti mata, hidung atau faring.
2. Anestesi Inhalasi, yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan disekitar tempat lesi, luka atau insisi. Cara inflitrasi yang sering digunakan adalah blokade lingkar dan obat suntikan intradermal atau subkutan.
3. Anestesi Blok, yaitu penyuntikan analgetika lokal langsung kesaraf utama atau pleksus saraf. Hal ini bervariasi dari blokade pada saraf tunggal, misalnya saraf oksipital dan pleksus brakialis, anestesi spinal, anestesi epidural, dan anestesi kaudal. Pada anestesi spinal, analgetik lokal disuntikan langsung kedalam ruang subaraknoid diantara konus medularis dan bagian akhir ruang subaraknoid. Anestesi epidural diperoleh dengan menyuntikkan zat anestesi lokal kedalam ruang epidural. Pada anestesi kaudal, zal analgetik lokal disuntikan melalui hiatus sakralis.
4. Analgesi Regional, yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal intravena. Ekstrimitas dieksanguinasi dan diisolasi bagian proksimalnya dari sirkulasi sistemik dengan turniket pneumatik.
OBAT ANESTESI
Obat anestesi dibedakan menjadi 5, yaitu:
1. Obat Premedikasi
2. Obat Pelumpuh Otot
3. Obat Anestesi Inhalasi
4. Obat Anestesi Intravena
5. Obat Anestesi Regional/Lokal
1. OBAT PREMEDIKASI
Pemberian obat premedikasi bertujuan:
1. Manimbulkan rasa nyaman pada pasien
2. Memperlancar induksi, rumatan, dan sadar dari anestesi.
3. Mengurangi timbulnyahipersalivasi, bradikardi, mual, dan muntah pascaanestesi.
4. Mnegurangi jumlah obat-obatan anestesi.
5. Mengurangi stress fisiologis (takikardia, napas cepat dll.
6. Mengurangi keasaman lambung.
Obat-obat yang dapat diberikan sebagai premedikasi pada tindakan anestesi sebagai berikut:
Anelgetik Narkotik
Morfin
Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg intramuskular diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien menjelang operasi, menghindari takipnu pada pemberian trikloroetilen, dan agar anestesi berjalan dengan tenang dan dalam. Kerugiannya adalah terjadi perpanjangan waktu pemulihan, timbul spasme serta kolik biliaris dan ureter. Kadang-kadang terjadi konstipasi, retensi urin, hipotensi, dan depresi napas.
Petidin
Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg intravena diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernapasan serta merangsang otot polos. Dosis induksi 1-2 mg/kgBB intravena.
Barbiturat
Pentobarbital dan Sekobarbital. Diberikan untuk menimbulkan sedasi. Dosis dewasa 100-200 mg, pada anak dan bayi 1 mg/kgBB secara oral atau intramuskular. Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak diperpanjang dan kurang menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Yang mudah didapat adalah fenobarbital dengan efen depresan ayng lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi serta jarang menyebabkan mual dan muntah.
Antikoligernik
Atropin.
Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan bronkus selama 90 menit. Dosis 0,4-0,6 mg intramuskular bekerja setelah 10-15 menit.
Obat Penenang (transquillizier)
Diazepam.
Diazepam merupakan golongan benzodiazepin. Pemberian dosis rendah, bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi dewasa 10 ms intramuskular atau 5-10 mg oral dengan dosis maksimal 15 mg. Dosis sedasi pada analgesi regional 5-10 mg intravena.
Midazolam.
Midazolam mempunyai awal dan lama kerja lebih pendek daripada diazepam. Midazolam lebih disukai dibandingkan dengan diazepam. Dosis 50% dari dosis diazepam.
2. OBAT PELUMPUH OTOT
Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuskular sehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya, obat ini dibagi menjadi 2 golongan yaitu obat penghamb at secara depolarisasi resisten dan obat penghambat kompetitif atau nondepolarisasi. Pada anestesi umum obat ini memudahkan dan mengurangi cidera tindakan laringoskopi dan intubadi trakhea, serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi kendali.
Perbedaan obat pelumpuh otot depolarisasi dan nondepolarisasi.
- Depolarisasi : ada fasikulasi otot, berpotensi dengan antikolinesterase, tidak menunjukkan kelumpuhan yang beertahap pada perangsangan tunggal atau tetanik, belum dapat diatasi dengan obat spesifik, kelumpuhan berkurang dengan pemberian obat pelumpuh otot nondepolarisasi dan asidosis.
- Nondepolarisasi : tidak ada fasikulasi otot, berpotensi dengan (hipokalemia, hipotermia, obat anestetik inhalasi, eter, halotan, enfluran, isofluran), menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan tunggal atau tetanik, dapat diantagonis oleh antikolin esterase.
Obat Pelumpuh Otot Nondepolarisasi
Pavulon
Pavulon merupakan steroid sintetis yang banyak digunakan. Mulai kerja pada menit kedua-ketiga untuk selama 30-40 menit. Memiliki efek akumulasi pada pemberian berulang sehingga dosis rumatan harus dikurangi dan selamg waktu diperpanjang. Dosis awal untuk relaksasi otot 0,08 mg/kgBB intravena pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis Intubasi trakea 0,15 mg/kgBB intravena. Kemasan ampul 2 ml berisi 4 mg pavulon.
Trakrium.
Trakrium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice Leontopeltalum. Keunggulannya adalah metabolisme terjadi di dalam darah, tidak bergantung oada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang.
Vekuronium
Vekuronium merupakan homolog pankuronium bromida yang berkekuatan lebih besar dan lama kerjanya singkat Zat anestetik ini tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang dan tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.
Rekuronium
Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat. Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan kerugiannya adalah terjadi gangguan fungsi hati dan efek kerja yang lebih lama
Obat Pelumpuh Otot Depolarisasi.
Suksametonium
Mula kerja 1-2 menit dengan lama kerja 3-5 menit.Kemasan berupa bubuk putih 0,5-1 gram dan larutan suntik intravena 20,50 atau 100 mg/ml.
Antagonis Pelumpuh Otot Nondepolarisasi
Prostigmin merupakan antikolinesterase yang dapat mencegah hidrolisis dan menimbulkan akumulasi asetilkolin. Prostigmin mempunyai efek nikotinik, muskarirnik dan merupakan stimulan otot langsung. Efek musakrinik diantaranya bradikardia, hiperperistaltik, spasme saluran cerna, pembentukan sekret jalan napas dan liur, bronkospasme, berkeringat, miosis dan kontraksi vesika urinaria.
3. OBAT ANESTESI INHALASI
Teknik pemberian obat inhalasi :
a.sistem terbuka
Cairan terbang(eter,kloroform,trikloretilen) diteteskan tetes demi tetes ke atas helai kain kasa dibawah suatu kap dari kawat yang menutupi mulut dan hidung pasien
b.sistem tertutup
Suatu mesin khusus menyalurkan suatu campuran gas dengan oksigen ke dalam suatu kap dimana sejumlah CO2 dari ekshalasi dimasukkan kembali.
c.insuflasi
Gas atau uap ditiupkan kedalam mulut atau tenggorok dengan perantaraan suatu mesin.
Zat-zat yang tergolong obat Anestesi Inhalasi adalah: Dinitrogen Oksida (N2O)
N2O merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis, tidak iriatif, tidak berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar, dan tidak bereaksi dengan soda lime absorber (pengikat CO2). Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O:O2 yaitu 60%: 40%, 70%:30%, dan 50%:50%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesik digunakan dengan perbandingan 20%:80%, untuk induksi 80%:20%, dan pemeliharaan 70%:30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumotoraks, pneumomediastinum, obstruksi,emboli udara dan timpanoplasti.
Halotan
Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif, mudah menguap, tidak mudah terbakar,tidak bereaksi dengan soda lime, dan mudah diuraikan cahaya. Halotan merupakan obat anestetik dengan kekuatan 4-5 kali eter atau 2 kali kloroform.Keuntungan pengguanaan halotan adalah induksi cepat dan lancar, tidak mengiritasi jalan napas, bronkodilatassi, pemulihan cepat, proteksi terhadap syok, jarang menyebabkan mual, tidak mudah. Kerugian adalag sangat poten, relatif mudah terjadi overdosis, analgesi dan relaksasi yang kurang, harus dikombinasi dengan obat analgetik dan relaksan, harga mahal, menimbulkan hipotensi, aritmia, meningkatkan tekanan intrakranial, menggigil pasca anestesi dan hepatotoksik. Overdosis relatif mudah terjadi dengan gejala gagal napas dan sirkulasi yang dapat menyebabkan kematian.
Etil klorida.
etil klorida merupakan cairan tidak berwarna, sangat mudah menguap, dan mudah terbakar. Anestesi dengan etil klorida cepat terjadi namun juga cepat hilang. Induksi dapat dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anestesi dihentikan. Etil klorida sudah tidak dianjurkan lagi untuk digunakan sebagai anestesi umum, namun hanya untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30 detik. Pada sistem tetes terbuka (open drop), etil klorida disemprotkan ke sungkup dengan volume 3-20 ml yang menghasilkan uap ± 3,5-5% sehingga pasien tidak sadar dan kemudian dilanjutkan dengan penggunaan obat lain seperti eter. Etil klorida juga digunakan sebagai anestetik local dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku.
Etil (dietil eter).
Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas, mengiritasi saluran napas, mudah terbakar/meledak, tidak bereaksi dengan soda lime absorber, dan dapat terurai oleh udara serta cahaya. Eter merupakan obat anestetik yang sangat kuat sehingga pasien dapat memasuki setiap tingkat anestesi. Eter merupakan obat anestetik yang sangat kuat sehingga pasien dapat memasuki setiap tingkat anestesi.
Eter dapat digunakan dengan berbagai metoda anestesi. Pada penggunaan secaraopen drop uap eter akan turun ke bawah karena 6-10 kali lebih berat dari udara. Penggunaan secara semi closed method dalam kombinasi dengan oksigen dan N2O tidak dianjurkan pada operasi dengan tindakan kauterasi. Keuntungan penggunaan eter adalah murah dan mudah didapat, tidak perlu digunakan bersama dengan obat-obat lain karena telah memenuhi trias anestesi, cukup aman dengan batas keamanan yang lebar, dan alat yang digunakan cukup sederhana. Kerugiannya adalah mudah meledak/terbakar, bau tidak enak, mengiritasi jalan napas, menimbulkan hipersekresi kelenjar ludah, menyebabkan mual dan muntah, serta dapat menyebabkan hiperglikemia. Jumlah eter yang dibutuhkan tergantung dari berat badan dan kondisi penderita, kebutuhan dalamnya anestesi dan teknik yang digunakan. Dosis induksi 10-20% volume uap eter dalam oksigen atau campuran oksigen dan N2O. dosis pemeliharaan stadium III 5-15% volume uap eter.
Enfluran (ethran).
Enfluran merupakan obat anestetik eter berhalogen berbentuk cairan, mudah menguap, tidak mudah terbakar, tidak bereaksi dengan soda lime. Induksi dengan enfluran cepat dan lancar. Obat ini jarang menimbulkan mual dan muntah serta masa pemulihannya cepat. Dosis induksi 2-4,5% dikombinasi dengan O2atay campuran N2-O2. Dosis rumatan 0,5-3%.
Isofluran (forane).
Isofluran merupakan eter berhalogen, berbau tajam, dan tidak mutdah terbakar. Keuntungan penggunaan isofluran adalah irama jantung stabil dan tidak terangsang oleh adrenalin serta induksi dan masa pulih anestesi cepat. Namun, harga obat ini mahal. Dosis induksi 3-3,5% dalam O2 atau campuran N2-O2. Dosis rumatan 0,5-3%.
Sevofluran.
Obat anestetik ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai intuk induksi inhalasi. Induksinya enak, dan cepat terutama pada anak. Dosis induksi 6-8 vol%. Dosis rumatan 1-2 vol%.
4. OBAT ANESTESI INTRAVENA
Natrium Tiopental (thiopental, pentotal).
Thiopental berupa bubuk kuning yang bila akan digunakan dilarutkan dalam air menjadi larutan 2,5% atau 5%. Indikasi pemberian tiopental adalah induksi anestesi umum, operasi/tindakan yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka, dilatasi serviks, kuretase), sedasi pada anelgesi regional, dan untuk mengatasi kejang-kejang eklampsia atau epilepsy. Kontra indikasinya adalah status asmatikus, porfiria, syok, anemia, disfungsi hepar, dispnu berat, asma bronchial, versi ekstraksi, miastemia gravis, dan riwayat alergi terhadap tiopental. Keuntungan penggunaan tiopental adalah induksi mudah dan cepat, tidak ada delirium masa pemulihan cepat, tidak ada iritasi mukosa jalan napas, sedangkan kerugiannya adalah dapat menyebabkan depresi pernapasan, depresi kardiovaskuler, cenderung menyebebkan spasme laring, relaksasi otot perut kurang, dan bukan analgetik. Dosis induksi tiopental 2,5% adalah 3-6 mg/kgBB intravena. Dosis sedasi 0,5-1,5 mg/kgBB.
Ketamin adalah suatu rapid acting nonbarbiturat general anaesthetic. Indikasi pemakaian kentamin adalah prosedur dengan pengendalian jalan napas yang sulit, prosedur diagnosis, tindakan ortopedi, pasien resiko tinggi, tindakan operasi sibuk, dan asma. Kontra indikasinya adalah tekanan sistolik 160 mmHg dan diastolic 100 mmHg. Riwayat penyakit serebrovaskular, dan gagal jantung. Dosis induksi 1-4mg/kgBB intravena dengan dosis rata-rata 2 mg/kgBB untuk lama kerja 15-20 menit, dosis tambahan 0,5 mg/kgBB sesuai kebutuhan. Dosis pemberian intramuscular 6-13 mg/kgBB, rata-rata 10 mg/kgBB untuk lama kerja 10-25 menit.
Droperidol (dehidrobenzperidol, droleptan).
Droperidol adalah turunan butirofenon dan merupakan antagonis reseptor dopamine. Droperidol digunakan sebagai premedikasi (antiemetic yang baik) dan sedasi pada anestesi regional. Obat anestetik ini juga dapat digunakan untuk membantu prosedur intubasi, broskoskopi, esofagoskopi, dan gastroskopi. Droperidol dapat menimbulkan reaksi ekstrapiramidal yang dapat diatasi dengan pemberian difenhidramin. Dosis antimuntah droperidol 0,05 mg/kgBB (1,25-2,5 mg) intravena. Dosis premadikasi 0,04-o,07 mg/kgBB intravena. Dosis analgesi neuroleptik 0,02-0,07 mg/kgBB intravena.
Dripivan (diisopropil fenol, propofol).
Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi berisi 10% minyak kedelai, 2,25% gliserol, dan lesitin telur. Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Dosis induksi 1-2,5 mg/kgBB . Dosis rumatan 500 ug/kgBB/menit infus. Dosis sedasi 25-100 ug/kgBB/menit infus. Sebaiknya menyuntikkan obat anestetik ini pada vena besar karena dapat menimbulkan nyeri pada pemberian intravena.
5. OBAT ANESTESI REGIONAL
Obat anestesi regional/local adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikennakan secara local. Anestesi local ideal adalah yang tidak mengiritasi atau merusak jaringan secara permanen, batas keamanan lebar, mula kerja singkat, masa kerja cukup lama, larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat disterikan tanpa mengalami perubahan, dan efeknya reversible.
Lidokain.
Lidokain (lignokain, xylocain) adalah anestetik local kuat yang digumakan secara topkikal atau suntikan. Efek anestesi terjadi lebih cepat, kuat, dan ekstensif dibandingkan prokain. Larutan lidokain 0,25-0,5% dengan atau tanpa adrenalin digunakan untuk anestesi infiltrasi sedangkan larutan 1-2% untuk anestesi blok dan topical. Untuk anestesi permukaan tersedia lidokain gel 2%, sedangkan pada analgesi/anestesi lumbal digunakan larutan lidokain 5%.
Bupivakain.
Bupivakain adalah anestetik golongan amida dengan mula kerja alambat dan masa kerja panjang. Untuk anestesi blok digunakan larutan0,25-0,50% sedangkan untuk anestesi spinal dipakai larutan 0,5%.
.
*** Daftar pustaka.
1. Muhiman M,Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, editor. Anestestiologi, Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989.
2. Ganiswara SG, Setiabudy R, Suiyatna FD, Purwantyastuti, editor. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, 1995.
3. Morgan GE, Mikhail MS, Clinical anesthesiology. Stamford: Appleton & Lange, 1996.
4. Ayem E, Bewes PC, Bion JF, et al. Primary anesthesia. Oxford: Oxford University Preas, 1986.